Sebelumnya saya sudah pernah membahas sedikit mengenai pengertian sejarah visual di artikel Pengertian Sejarah Visual (Visual History). Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas kembali tentang sejarah visual namun tentunya dengan penjelasan dan perspektif yang berbeda.
Materi ini sebenarnya saya dapatkan ketika saya mengikuti perkuliahan Sejarah Visual yang diajarkan oleh Prof. Dr. Reiza Dienaputra M.Hum sebagai salah satu mata kuliah baru yang pertama kali diajarkan di jurusan saya.
Di dalam perkuliahan tersebut salah satu buku yang digunakan adalah buku berjudul "Meretas Sejarah Visual" dimana di dalam buku itu telah dijelaskan mengenai konsep dan konstruk tentang sejarah visual.
Bisa dikatakan saya sangat puas sekali dengan penulisan dan isi dari buku itu. Bagaimana tidak, buku tersebut pada setiap bagian selalu dibarengi dengan sumber visual berupa gambar-gambar. Hal ini tentunya sangat menarik dan dapat membuat orang yang membacanya akan lebih mudah untuk mencerna isi dari buku tersebut.
Baca Juga : Isi Cerita Babad Tanah Jawi
Konsep dari buku tersebut dapat memudahkan kita dalam merekonstruksi bagaimana caranya kita mempelajari sumber visual dengan metode sejarah visual.
Apa itu Konsep Sejarah Visual
Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa sejarah visual sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kisah peristiwa sejarah yang disampaikan dan dipresentasikan dengan menggunakan sumber-sumber visual, baik berupa gambar bergerak maupun gambar tidak bergerak.
Sejarah visual dapat diangkat dan dipresentasikan dalam berbagai tema penulisan sejarah, seperti sejarah sosial, sejarah politik, sejarah ekonomi, maupun sejarah budaya. Hingga akhirnya sejarah visual merupakan bentuk baru dari historiografi serta konstruk-konstruk sejarah visual pada berbagai kategori sejarah.
Di dalam buku itu menjelaskan bahwa ketika kita menelaah lebih lanjut tentang sumber visual, maka di Indonesia sendiri sumber visual itu bisa dikatakan sudah sangat banyak.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya karya-karya yang bisa dikategorikan ke dalam sumber visual berupa gambar seperti contohnya saja lukisan-lukisan yang dibuat oleh para seniman terkenal terdahulu salah satunya yaitu karya Raden Saleh.
Mengenal Sumber-Sumber Sejarah
Apabila dikaji lebih mendalam karya-karya berupa lukisan tersebut tentunya dapat dimanfaatkan sebagai suatu sumber untuk merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah.
Namun tentunya tidak sembarangan dari setiap sumber-sumber visual yang ada tersebut harus melewati tahapan kritik terlebih dahulu agar dapat diketahui kredibilitas dan otentisitas sumber, sehingga sumber yang kita gunakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Sedikit berbicara mengenai sumber, seperti yang telah kita ketahui, bahwa di dalam ilmu sejarah terdapat beberapa sumber yang dapat kita gunakan untuk merekonstruksi atau menganalisis sebuah peristiwa sejarah, sumber tersebut yaitu terdiri dari sumber tertulis, sumber benda, sumber lisan, dan sumber tulisan.
Dari kesemua sumber tersebut, sumber tertulislah yang bisa dikatakan paling mudah didapatkan, mengingat sumber tertulis merupakan sumber utama dan sumber yang paling banyak tersedia di dalam kajian-kajian pada suatu literatur.
Namun demikian, meskipun kita banyak mengambil dari sumber-sumber tertulis dalam merekonstruksi sebuah peristiwa, apa salahnya kita pun harus berusaha untuk mencari dari kategori sumber yang lain seperti sumber benda, sumber lisan atau bahkan sumber visual. Untuk sumber benda hasilnya mungkin bisa dikatakan tidak jauh berbeda dengan sumber tertulis yaitu cukup banyak ketersediaannya.
Alternatif lain yang bisa kita coba yaitu sumber lisan yang di dapat dari hasil wawancara dengan narasumber. Sumber lisan ini bisa kita gali dengan cara mencari informasi kepada orang yang menyaksikan langsung dari sebuah peristiwa yang terjadi atau paling tidak orang tersebut menjadi sumber se-zaman dari adanya suatu peristiwa.
Terlihat mudah memang, namun pada kenyataannya sumber lisan pun belum banyak dilirik oleh orang untuk dijadikan sebagai sumber referensi, mungkin hal ini terjadi akibat adanya keterbatasan informasi mengenai siapa saja yang harus dijadikan sebagai sumber lisan tersebut.
Padahal, apabila sumber lisan ini dapat dimaksimalkan dengan baik, kita mungkin dapat merekonstruksi peristiwa-peristiwa secara lebih terperinci dan lebih mendalam, karena kita terhubung langsung dengan orang yang ada pada sebuah peristiwa itu terjadi.
Namun demikian, sumber lisan memiliki kelemahan karena keberadaannya sangat terbatas dan sewaktu-waktu dapat hilang, ini dikarenakan sumber lisan berasal dari manusia, yang artinya batas waktu dari keberadaan sumber tergantung dari usia orang yang dijadikan sebagai narasumber tersebut.
Bentuk Visual sebagai Alternatif Sumber Sejarah
Kembali ke fokus utama yaitu mengenai sumber visual kita dapat membagi sumber visual ke dalam dua arti, yaitu sumber visual dalam arti luas dan sumber visual dalam arti sempit.
Dalam arti luas, sumber visual dapat mencakup seluruh sumber termasuk sumber tertulis dan sumber benda. Sedangkan dalam arti sempit sumber visual hanya mencakup sumber-sumber gambar atau visual saja, baik bergerak maupun tidak bergerak bergerak, seperti contohnya foto, lukisan, dan film (dokumenter, fiksi atau berita di media elektronik).
Menarik memang jika kita sudah mengetahui sedikit tentang sumber visual, namun demikian perlu kita ingat dalam hal ketersediaan sumber, dibandingkan dengan sumber-sumber yang lainnya sumber visual dapat dikatakan masih sulit dan belum banyak digunakan dalam hal merekonstruksi sebuah peristiwa masa lalu.
Oleh karenanya sumber visual mungkin banyak dilupakan dan dipandang tidak penting sebagai bahan rekonstruksi peristiwa sejarah. Hal ini mungkin disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan orang-orang mengenai sumber visual dan keterbatasan dalam mengelola sumber visual.
Ditambah lagi, masih banyaknya sumber tertulis sebagai bahan rujukan, membuat orang-orang enggan menggunakan sumber visual untuk dijadikan sebagai bahan referensi rekontruksi sebuah peristiwa.
Kalaupun memang ada, mungkin orang-orang pada umumnya tidak terlalu respon. Padahal, dari sumber-sumber visual kita dapat mengungkap lebih banyak peristiwa dibandingkan dengan sumber tertulis. Hal ini disebabkan karena dengan sumber visual seseorang dapat lebih mengimajinasikan pikirannya dan apa yang di imajinasikannya itu akan lebih tergambar dengan baik.
Sebagai contoh kita dapat mengambil objek sebuah foto, dalam sebuah foto itu kita dapat memetakan banyak hal dengan lebih jelas daripada sumber tertulis, karena di dalam sebuah foto cukup dengan melihatnya saja mungkin kita sudah mengerti makna dari foto tersebut.
Tentu berbeda dengan sumber tertulis yang tentunya memerlukan analisis dengan melakukan imajinasi atau pencitraan oleh otak kita dan belum tentu apa yang kita imajinasikan itu sesuai dengan kenyataannya.
Oleh karena itu, dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh sumber visual itu kita perlu memulai untuk menjadikannya sebagai salah satu sumber di dalam merekonstruksi sebuah peristiwa, bahkan bila perlu dapat menjadikannya sebagai sumber rujukan yang utama.
Dengan adanya sumber visual ini diharapkan nantinya di dalam setiap penulisan sebuah karya literatur, baik itu berupa buku maupun yang lainnya dapat dikemas lebih menarik.
Apalagi di zaman perkembangan teknologi yang pesat seperti sekarang ini sumber-sumber tertulis yang ada pada media kertas bisa saja semakin berkurang jumlahnya akibat dari adanya paperless culture.
Menanggapi hal itu kita tentunya sudah tidak perlu khawatir jika saja kita mau menggunakan sumber visual sebagai sumber rekontruksi, karena pada dasarnya sumber visual sangat berlimpah keberadaannya yang pasti dapat kita manfaatkan seperti halnya foto, lukisan, atau film yang notabene menjadi primadona di zaman sekarang yang serba canggih ini.
Sebagai penutup, menurut pandangan saya memang benar sejarah visual sebagai bagian dari sumber rekonstrusi dapat membantu membedah peristiwa-peristiwa masa lalu degan lebih terukur dan lebih menarik.
Selain itu, dengan adanya sejarah visual juga dapat menjawab tantangan sejarah dengan membuat sejarah dapat tetap eksis di dalam gempuran teknologi, dalam hal ini keberadaan sejarah dituntut harus tetap ada, meskipun sumber-sumber tertulis (kertas) bisa saja semakin berkurang ataupun dapat dikatakan hilang nantinya.
Baca Juga : Tradisi Upacara Minum Teh Orang Jepang
Saya pribadi sebagai bagian dari mahasiswa ilmu sejarah, sangat mengapresiasi atas usaha yang telah dilakukan oleh Prof. Reiza dalam mengembangkan metode baru guna merekonstruksi peristiwa sejarah.
Kedepannya saya mengaharapkan bahwa sejarah visual dapat dijadikan sebagai sumber utama dalam melakukan sebuah rekonstruksi peristiwa masa lalu.
Dan dengan adanya hal ini pula tentunya dapat memajukan perkembangan ilmu sejarah di Indonesia, khususnya di jurusan ilmu sejarah Universitas Padjadjaran sebagai pelopor lahirnya sejarah visual di Indonesia.
No comments