Selama ini yang umum diketahui oleh masyarakat luas mengenai gerakan PKI hanyalah dua peristiwa besar yaitu peristiwa PKI di Madiun tahun 1948 yang dipimpin oleh Muso dan peristiwa G 30 S 1965 dimana peristiwa itu ada sebagian yang berpendapat bahwa PKI-lah yang menjadi dalang dalam peristiwa tersebut.
Disamping kedua peristiwa itu, khususnya ditahun-tahun sebelumnya atau pada masa sebelum periode tersebut banyak orang-orang yang terkadang tidak melihat atau kurang peka terhadap peristiwa-peristiwa PKI lainnya.
Contohnya saja peristiwa-peristiwa PKI yang ada didaerah-daerah, seperti pemberontakan-pemberontakan di Cirebon ini yang terkadang kita melupakannya, dan justru tertutupi dengan adanya peristiwa G 30 S, yang sebenarnya para ahli sejarahwan-pun masih meragukan apakah benar G 30 S merupakan sebuah gerakan yang dilakukan oleh PKI atau bukan.
Proses Pembentukan PKI Cirebon
Pada tanggal 4 November tahun 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat yang memperbolehkan untuk mendirikan suatu partai politik di Indonesia. Dengan adanya maklumat tersebut, banyak bermunculan partai-partai politik baik yang baru dibuat maupun partai politik yang sudah ada sebelum masa pendudukan Jepang.
Salah satu partai yang baru lahir tersebut ialah PKI yang berada di bawah pimpinan Mr. Mohammad Joesoeph, yang pada periode sebelumnya yaitu pada tahun 1942 merupakan salah seorang pemimpin Gerindo di Bandung.
Di tempat tinggalnya, yaitu di Cirebon Mr. Mohammad Joesoeph merupakan seorang pengacara atau advokat. Kemudian dalam profesinya tersebut ia bertemu dengan Mr. Suprapto. Hubungan mereka kemudian semakin akrab, dan pada suatu ketika mereka memutuskan untuk bergabung dengan kelompok PKI bawah tanah.
Pada masa pendudukan Jepang Mr. Mohammad Joesoeph pernah memimpin kelompok PKI bawah tanah yang bernama "Joyoboyo". Kemudian Mr. Mohammad Joesoeph dan Mr.Suprapto bersama-sama membentuk sel-sel PKI di Jakarta.
Di tempat tinggalnya, yaitu di Cirebon Mr. Mohammad Joesoeph merupakan seorang pengacara atau advokat. Kemudian dalam profesinya tersebut ia bertemu dengan Mr. Suprapto. Hubungan mereka kemudian semakin akrab, dan pada suatu ketika mereka memutuskan untuk bergabung dengan kelompok PKI bawah tanah.
Pada masa pendudukan Jepang Mr. Mohammad Joesoeph pernah memimpin kelompok PKI bawah tanah yang bernama "Joyoboyo". Kemudian Mr. Mohammad Joesoeph dan Mr.Suprapto bersama-sama membentuk sel-sel PKI di Jakarta.
Dan untuk mendapatkan simpati dari rakyat, Mr. Mohammad Joesoeph memanfaatkan profesinya sebagai pengacara dengan memberikan bantuan hukum kepada rakyat. Namun gerakan tersebut diketahui pemerintah, sehingga Mr. Mohammad Joesoeph ditangkap dan ditahan di rumah tahanan Kempeitai Jakarta.
Pada masa proklamasi kemudian ia dibebaskan berasama tahanan-tahanan lain, dan Mr. Mohammad Joesoeph merencenakan kembali sebuah gerakan di daerahnya sendiri yaitu di Cirebon.
Pada tanggal 7 November tahun 1945 kelompok Mr. Mohammad Joesoeph memunculkan PKI secara legal yang meskipun tindakan ini banyak ditentang oleh kelompok lain. Kemunculannya ini ditandai dengan dibangunnya sebuah Kantor Pusat PKI yang berkedudukan di Jakarta, dan Mr.
Pada masa proklamasi kemudian ia dibebaskan berasama tahanan-tahanan lain, dan Mr. Mohammad Joesoeph merencenakan kembali sebuah gerakan di daerahnya sendiri yaitu di Cirebon.
Pada tanggal 7 November tahun 1945 kelompok Mr. Mohammad Joesoeph memunculkan PKI secara legal yang meskipun tindakan ini banyak ditentang oleh kelompok lain. Kemunculannya ini ditandai dengan dibangunnya sebuah Kantor Pusat PKI yang berkedudukan di Jakarta, dan Mr.
Mohammad Joesoeph bertindak sebagai Ketuanya dengan Mr.Suprapto sebagai Sekretaris. Untuk menghasilkan dukungan dan simpatisan yang banyak dari rakyat, maka kantor pusat PKI memperluas wilayah gerakan dengan mendirikan cabang-cabangnya di berbagai daerah seperti di Sukabumi, Pekalongan, Solo, Madiun, Malang, dan Surabaya. Guna mempermudah usaha tersebut, maka dibuatlah suatu majalah yang bernama "Bintang Merah".
Selain itu, pada Januari tahun 1946 dibentuk Laskar Merah. Laskar merah ini dibentuk bertujuan untuk menanamkan ideologi komunis kepada setiap anggotanya. Dan laskar merah ini kemudian mengadakan latihan bersama dengan laskar merah yang berada di berbagai daerah dengan mengadakan latihannya di Solo. Selain untuk menanamkan ideologi, dalam latihan tersebut juga diajarkan keterampilan tentang kemiliteran.
Pimpinan PKI kemudian menyusun sebuah rencana dalam rangka perjuangannya, yaitu pertama ; PKI akan terus berusaha untuk memperjuangkan kebebasan bagi para kaum buruh dan juga petani.
Selain itu, pada Januari tahun 1946 dibentuk Laskar Merah. Laskar merah ini dibentuk bertujuan untuk menanamkan ideologi komunis kepada setiap anggotanya. Dan laskar merah ini kemudian mengadakan latihan bersama dengan laskar merah yang berada di berbagai daerah dengan mengadakan latihannya di Solo. Selain untuk menanamkan ideologi, dalam latihan tersebut juga diajarkan keterampilan tentang kemiliteran.
Pimpinan PKI kemudian menyusun sebuah rencana dalam rangka perjuangannya, yaitu pertama ; PKI akan terus berusaha untuk memperjuangkan kebebasan bagi para kaum buruh dan juga petani.
Kedua ; PKI akan terus menentang perbedaan kelas antara para kaum petani buruh dengan para kaum pemilik modal, ketiga ; berusaha untuk menyegel dan menutup semua pabrik-pabrik dan perkebunan-perkebunan, keempat ; semua tanah harus dimiliki oleh para kaum petani yang dimana tanah tersebut diatur oleh para wakil-wakil rakyat, kelima ; merasionalisasikan semua tanah.
Berlangsungnya Pemberontakan PKI di Cirebon
Gangguan politik yang terjadi akibat adanya perselisihan antara golongan moderat dengan golongan revolusioner yang membahas masalah kemerdekaan, justru dimanfaatkan oleh PKI untuk mencoba menguasai politik tersebut. Pada saat-saat seperti itu M. Joesoeph dengan menyuruh anak buahnya untuk menyusun rencana untuk menguasai wilayah Cirebon.
Mereka memilih Kota Cirebon, karena hal tersebut berdasarkan hasil keputusan sebelumnya bahwa Kota Cirebon merupakan wilayah aksi berikutnya. Selain itu, faktor lain yang membuat Cirebon dipilih sebagai tempat aksi karena M. Joesoeph sendiri pernah tinggal di Cirebon dan mengetahui banyak tentang Cirebon.
Apalagi disana M. Joesoeph dikenal oleh rakyat sebagai seorang pengacara. Dengan hal itu, M. Joesoeph berusaha untuk mengambil simpati rakyat dengan kesan seolah-olah membela rakyat.
Selain itu, dia juga memberikan janji-janji palsu kepada rakyat seperti akan membagikan tanah kepada rakyat. Dari hal tersebut diharapkan rakyat Cirebon dapat menjadi massa potensial guna mendukung aksi pemberontakan.
Namun hal itu tidaklah semudah yang dibayangkan, karena untuk memulai suatu pemberontakan haruslah mempunyai rencana yang matang dengan dukungan yang kuat dari rakyat. Oleh karena itu, untuk membantu dalam upaya tersebut didatangkanlah kesatuan Laskar Merah dari daerah Jawa Tengah dan daerah Jawa Timur dengan alasan akan mengadakan suatu konferensi.
Baca Juga : Munculnya Ideologi Komunis di Indonesia
Namun hal itu tidaklah semudah yang dibayangkan, karena untuk memulai suatu pemberontakan haruslah mempunyai rencana yang matang dengan dukungan yang kuat dari rakyat. Oleh karena itu, untuk membantu dalam upaya tersebut didatangkanlah kesatuan Laskar Merah dari daerah Jawa Tengah dan daerah Jawa Timur dengan alasan akan mengadakan suatu konferensi.
Konferensi tersebut dihadiri oleh sekitar 3.000 orang. Dalam sambutan pidatonya M. Joesoeph memberikan pujian kepada Uni Soviet yang telah mendukung revolusi sosial Indonesia di forum Dewan Keamanan PBB. Selain itu dlam acara konferensi tersebut, diadakan pula pawai keliling kota.
Dalam pawai tersebut, mereka membawa berbagai atribut perlengkapan seperti menggunakan topi putih yang diikat oleh sebuah pita merah, membawa bendera yang bergambar palu arit yang disertai dengan menyanyikan yel-yel soviet, hingga ada orang-orang yang membawa bermacam-macam senjata yang tentu saja sangat membahayakan.
Dalam konferensi itu, anggota Laskar Merah mulai membuat keributan dan keonaran. Tingkah laku mereka cenderung berbuat kasar terhadap masyarakat dan bahkan sering terjadi adanya pemerasan-pemerasan. Hingga akhirnya insiden pun tidak dapat dihindari, dan sekaligus hal itu menjadi penanda awal dari gerakan M. Joesoeph.
Sebagai sasaran yang pertama yaitu Polisi Tentara. Pada tanggal 12 Februari tahun 1946, PKI memulai aksinya dengan menyebarkan isu bahwa Polisi Tentara telah menghadang dan melucuti anggota Laskar Merah yang baru datang dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur di Stasiun Cirebon. Kemudian Perwira Polisi Tentara Cirebon Letda D. Sudarsono datang ke satsiun untuk menemui seorang Bintara untuk memastikan kebenaran isu tersebut.
Sebagai sasaran yang pertama yaitu Polisi Tentara. Pada tanggal 12 Februari tahun 1946, PKI memulai aksinya dengan menyebarkan isu bahwa Polisi Tentara telah menghadang dan melucuti anggota Laskar Merah yang baru datang dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur di Stasiun Cirebon. Kemudian Perwira Polisi Tentara Cirebon Letda D. Sudarsono datang ke satsiun untuk menemui seorang Bintara untuk memastikan kebenaran isu tersebut.
Namun setelah di stasiun, ia diberondong oleh tembakan-tembakan yang mengarak kepadanya. Ia kemudian dikepung oleh pasukan Laskar Merah. Dan beberapa anggota Polisi Tentara ditawan, setelah itu Letda D. Sudarsono disandera dan dibawa ke Markas batalyon 13 Polisi Tentara dengan maksud untuk melakukan tuntutan.
Ini merupakan salah satu dari bagian rencana PKI untuk menguasai pemerintahan Cirebon. Banyak anggota tentara yang dilucuti senjatanya, dan banyak pula mereka yang ditangkap dan dijadikan tawanan. Hanya dalam waktu tiga hari saja, pasukan Laskar Merah sudah berhasil menguasai unsur-unsur bersenjata yang ada di Cirebon.
Laskar Merah kemudian bergerak menuju Markas Polisi Tentara di Linggarjati dan mereka merampas senjata-senjata yang dan membawanya kembali ke Cirebon. Setelah PKI berhasil merebut dan menguasai seluruh kota, kemudian Panglima divisi II/Sunan Gunung Jati, Kol. Zainal Asikin Yudadibrata mencoba mengirim utusannya untuk membawa Residen dr. Moerjani dan Kepala Polisi Karesidenan Sulaiman Jayusman ke Markas divisi yang berada di Linggarjati untuk mengadakan perundingan.
Setelahnya melakukan perundingan, Kol. Zainal Asikin Yudadibrata segera mengambil tindakan. Ia memerintahkan untuk mengirim Mayor Ahmad beserta Kepala Polisi Jayusman dan Komisaris Sidik untuk menemui Mr. M. Joesoeph di Hotel Reebrinck untuk mengadakan perundingan.
Ini merupakan salah satu dari bagian rencana PKI untuk menguasai pemerintahan Cirebon. Banyak anggota tentara yang dilucuti senjatanya, dan banyak pula mereka yang ditangkap dan dijadikan tawanan. Hanya dalam waktu tiga hari saja, pasukan Laskar Merah sudah berhasil menguasai unsur-unsur bersenjata yang ada di Cirebon.
Laskar Merah kemudian bergerak menuju Markas Polisi Tentara di Linggarjati dan mereka merampas senjata-senjata yang dan membawanya kembali ke Cirebon. Setelah PKI berhasil merebut dan menguasai seluruh kota, kemudian Panglima divisi II/Sunan Gunung Jati, Kol. Zainal Asikin Yudadibrata mencoba mengirim utusannya untuk membawa Residen dr. Moerjani dan Kepala Polisi Karesidenan Sulaiman Jayusman ke Markas divisi yang berada di Linggarjati untuk mengadakan perundingan.
Setelahnya melakukan perundingan, Kol. Zainal Asikin Yudadibrata segera mengambil tindakan. Ia memerintahkan untuk mengirim Mayor Ahmad beserta Kepala Polisi Jayusman dan Komisaris Sidik untuk menemui Mr. M. Joesoeph di Hotel Reebrinck untuk mengadakan perundingan.
Dalam perundingan ini PKI menyatakan akan mengembalikan senjata-senjata yang telah dirampas kepada tentara pada esok harinya. Namun justru janji tersebut tidak ditepati oleh PKI, dan hal itu merupakan sebuah jebakan semata, karena para petinggi Polisi Tentara setelah berada d Hotel Reebrinck mereka justru disambut dengan serentetan tembakan.
Akhirnya karena mengalami jalan buntu dan kegagalan dalam berunding dengan M. Joesoeph, Panglima Divisi I memutuskan untuk menghubungi Komandan Resimen Cikampek, Letkol Moeffreni untuk meminta bantuan dengan mengirimkan pasukannya ke Cirebon. Dan Letkol Moeffreni mengirimkan sebanyak 600 prajurit untuk dibawa ke Cirebon dengan dibawah pimpinan Mayor Banumahdi.
Pengiriman pasukan tersebut ditambah oleh pasukan sisa-sisa kekuatan TRI dan Polisi Tentara Cirebon guna menumpas para gerakan pemberontak. Batalyon I pimpinan Mayor Ribut mulai bergerak dari Sindanglaut, Batalyon II pimpinan Mayor Suyana mulai penyergapan dari arah Kedung Bunder, sedangkan Batalyon III pimpinan Mayor Dasuki mulai bergerak dari arah Kosambi.
Akhirnya karena mengalami jalan buntu dan kegagalan dalam berunding dengan M. Joesoeph, Panglima Divisi I memutuskan untuk menghubungi Komandan Resimen Cikampek, Letkol Moeffreni untuk meminta bantuan dengan mengirimkan pasukannya ke Cirebon. Dan Letkol Moeffreni mengirimkan sebanyak 600 prajurit untuk dibawa ke Cirebon dengan dibawah pimpinan Mayor Banumahdi.
Pengiriman pasukan tersebut ditambah oleh pasukan sisa-sisa kekuatan TRI dan Polisi Tentara Cirebon guna menumpas para gerakan pemberontak. Batalyon I pimpinan Mayor Ribut mulai bergerak dari Sindanglaut, Batalyon II pimpinan Mayor Suyana mulai penyergapan dari arah Kedung Bunder, sedangkan Batalyon III pimpinan Mayor Dasuki mulai bergerak dari arah Kosambi.
Rencana pertama dalam penyergapan tersebut yaitu dengan merebut pos-pos pertahanan PKI dan kemudian setelah itu bergerak menuju tempat utama pemberontakan yaitu di Hotel Reebrinck. Penyerbuan dan penyergapan langsung terhadap markas pemberontak dilakukan oleh pasukan gabungan antara TRI, Polisi Tentara di bawah pimpinan Lettu Machmud Pusya, Mayor Dasuki, dan Mayor Suwardi.
Sesuai dengan rencana, pasukan TRI bergerak dari berbagai arah untuk mengepung kedudukan pemberontak di markasnya. Tembak-menembak terjadi namun hanya sebentar, hal ini terjadi karena pasukan penyergap jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan para pemberontak, selain itu juga terdapat kepanikan di pihak pemberontak.
Dan pada akhirnya setelah berhasil dikepung mereka para pemberontak menyerah juga. Kemudian M. Joesoeph sebagai pimpinan pemberontak berhasil ditangkap di rumah Mr. Suparman bersamaan dengan ditangkapnya Mr. Suprapto yang berusaha untuk melarikan diri.
Baca Juga : Perundingan-perundingan yang dilakukan antara Indonesia-Belanda
Pemberontakan yang terjadi di Cirebon tersebut sangat dikutuk oleh pemimpin-pemimpin PKI seperti Sardjono dan Maruto Darusman. Mereka para pemimpin-pemimpin PKI menyatakan tidak bertanggung jawab atas tindakan M. Joesoeph tersebut, dan perbuatan tersebut dianggap lancang menyimpang dari strategi PKI.
Akhirnya M. Joesoeph dibawa ke Mahkamah Partai untuk dilakukan sidang. Sidang tersebut dihadiri paling tidak oleh 60 tokoh komunis, dan dalam perkara pembelaan yang dilakukan oleh M. Joesoeph semuanya ditolak.
Setelah peristiwa tersebut, Sardjono dan para tokoh PKI yang lainnya kemudian membentuk sebuah panitia pembersihan PKI guna menetralkan PKI dari para pemberontak-pemberontak.
No comments